Kontak
Email : rahmatmulyana@tazkia.ac.id
For Business Inquiry
Contact on Whatsapp
Book Order (Amril)
0896 3878 3640

Epilog : Membawa Bekal Ketika Pulang
Setiap insan di dunia ini adalah seorang pengembara, meniti jalan kehidupan yang penuh liku dengan satu tujuan utama: pulang kepada Allah SWT. Dalam perjalanan panjang ini, kita membawa bekal berupa amal, dan di antara amal yang paling indah adalah karya-karya yang kita persembahkan kepada-Nya. Karya yang lahir dari niat tulus, diperjuangkan dengan sepenuh hati, dan diberikan untuk kemaslahatan umat manusia.
Keikhlasan adalah pondasi dari segala karya yang mulia. Ketika niat berkarya semata-mata karena Allah, setiap langkah dan usaha kita menjadi bermakna. Dalam pandangan Allah, bukan hanya hasil yang dihargai, tetapi juga proses dan niat dibaliknya. Proses adalah perjalanan yang penuh dengan hikmah. Dalam setiap kesulitan yang kita hadapi, ada pelajaran berharga yang Allah berikan. Seperti seorang seniman yang mengukir keindahan pada setiap goresan, kita juga diharapkan untuk mengukir keindahan dalam setiap langkah yang kita tempuh. Setiap tantangan adalah ujian kesabaran, setiap kegagalan adalah kesempatan untuk belajar, dan setiap keberhasilan adalah anugerah yang patut disyukuri.
Mengajarkan apa yang kita ketahui dan berbagi apa yang kita miliki adalah bentuk karya yang paling mulia. Rasulullah SAW bersabda, “Sebaik-baik manusia adalah yang paling bermanfaat bagi manusia lain.” Dalam setiap ilmu yang kita ajarkan dan setiap manfaat yang kita bagikan, terdapat pahala yang terus mengalir. Karya yang kita persembahkan bukan hanya untuk kita, tetapi juga untuk kemaslahatan umat dan generasi yang akan datang.
Sebagai seorang yang tidak sempurna, tentu karyanya pun tak sempurna pula. Dalam perjalanan berkarya, kita tidak akan lepas dari kritik dan ujian yang diantaranya datang dari ketidaksempurnaan itu. Namun, kritik adalah cermin yang membantu kita melihat kekurangan dan memperbaiki diri. Dalam menghadapi kritik, kita diajarkan untuk bersabar dan tawakkal kepada Allah. Setiap kritik yang membangun adalah alat untuk mengasah keteguhan jiwa dan memperbaiki karya kita agar semakin baik dan bermanfaat.
Karya yang baik adalah yang lahir dari hati, dipersembahkan dengan niat tulus, dan diberikan untuk kebaikan bersama. Karya seperti ini akan selalu bernilai di sisi Allah, meskipun mungkin tidak selalu mendapatkan apresiasi dari manusia. Ketika kita pulang kepada Allah, kita membawa bekal berupa amal. Dalam kehidupan ini, setiap karya yang kita hasilkan adalah bagian dari bekal tersebut.
Dalam menyusun buku “Strategi 2040” ini saya terinspirasi oleh teladan Kyai As’ad Humam. Beliau adalah sosok yang luar biasa, lahir dengan keterbatasan fisik namun mampu menciptakan karya monumental berupa metode Iqra yang mempermudah pembelajaran Al-Qur’an. Warisan beliau tersebar luas, tidak hanya di Indonesia, tetapi juga di negara-negara tetangga seperti Malaysia, Singapura, dan Brunei. Kyai As’ad Humam menunjukkan bahwa karya yang bermanfaat adalah investasi yang tidak ternilai untuk akhir hayat kelak. Tempat peristirahatan terakhir beliau di Purbayan, Makam Selokraman Kotagede Yogyakarta, adalah saksi bisu dedikasi dan pengabdiannya. Teladan beliau adalah cerminan dari prinsip hidup yang saya pegang, bahwa karya yang bermanfaat adalah investasi yang tidak ternilai untuk akhir hayat kelak. Oleh karena itu, saya berharap buku “Strategi 2040” bisa menjadi bagian dari kontribusi kecil saya untuk Indonesia, sebagai persembahan terbaik yang bisa saya berikan dalam perjalanan hidup ini.
Mohon dimaafkan jika yang terbaik ini pun masih belum memenuhi harapan. Salam.